“Yang bagus dong tulisannya!”
“Sabar.”
“Ih lo salah anjir tangannya, gue aja deh yang nulis!”
Nahar langsung menjauhkan kue ulang tahun yang sedang ia hias dari tangan Vallen. Pasalnya kue itu tinggal diberi tulisan Happy Birthday sebelum benar-benar dimasukan ke dalam kotaknya.
Namun tangan Nahar yang gemetar dan posisinya yang tidak pas saat memegang plastik kerucut berisi krim itu membuat Vallen gemas karena sejak tadi belum ada satu huruf pun tertoreh di atas kue yang didominasi warna pink tersebut.
“Lo diem atau muka lo yang gue olesin krim?!”
Ancaman Nahar barusan membuat Vallen menghela napas pasrah. Ia lantas meninggalkan Nahar dan membiarkan laki-laki yang telah berteman dengannya sejak SMP itu berkutat dengan kue-nya.
“Kalo udah beres panggil gue, mau merem dulu sebentar!” teriak Vallen dan hanya direspon anggukan yang ia sendiri tidak dapat lihat karena sudah membelakangi Nahar.
Hari ini adalah hari bahagia bagi Nabil, gadis kecil berumur 9 tahun yang merupakan adik kandung Nahar.
Vallen dan Nahar yang telah berteman sejak masih duduk di bangku SMP membuat dirinya lebih dekat dengan keluarga Nahar dibanding keempat temannya yang lain (Darrel, Jagat, Reihan, dan Kesya).
Baru ingin menjemput mimpi, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang refleks membuat Vallen bangun.
Tiga laki-laki dan satu perempuan yang telah berpakaian rapi itu langsung masuk ke kos an Nahar setelah Vallen membukakan pintu untuk mereka.
“Kemana Nahar?” tanya Kesya.
Vallen menjawab, “Dapur, lagi beresin kue.”
Kesya ikut duduk di sebelah Vallen, sedangkan Jagat, Darrel, dan Reihan sudah berpencar menjelajahi kos an yang luasnya sudah seperti rumah sendiri ini.
Jagat menemui Nahar sekaligus meminta air minum dingin dari kulkas, Darrel pergi ke kamar Nahar untuk mengambil barang yang sempat dipinjam, dan Reihan ngibrit ke kamar mandi untuk menyelesaikan panggilan alam.
“Len, bawa parfum gak? Minta dong, gue lupa bawa.”
Vallen yang sedang mencoba untuk memejamkan matanya sebentar itu kembali terbangun untuk mengambil parfum yang diminta Kesya. “Nih,” katanya dengan mata mengantuk.
“Tadi malem lo gak tidur ya?”
Perempuan yang sudah terpejam itu hanya berdehem menanggapi pertanyaan Kesya.
Terlihat dari matanya yang lelah, belakangan ini Vallen memang sering insomnia. Belum diketahui penyebabnya apa karena Vallen tidak merasa ada yang salah dengan pola hidupnya.
Selagi menunggu Nahar selesai dengan kue dan printilanya, Vallen mencuri waktu untuk memejamkan matanya walaupun hanya sekejap.
Tidak lupa ia berpesan pada Kesya agar dibangunkan kalau sudah mau berangkat.
Hanya 5 menit. Vallen tidak benar-benar tertidur, ia hanya ingin mengistirahatkan matanya yang telah terjaga semalaman.
Empat laki-laki di sana kemudian menghampiri Vallen dan Kesya, salah satunya bertepuk tangan sambil menyindir, “Dunia udah terbalik, ya. Cowok-cowok sibuk di dapur ceweknya asik nyantai di sini.”
Darrel mendapat lemparan bantal sofa dari Vallen kala ia berjalan melewati gadis itu dan iseng mengacak-acak rambutnya, “Rese!” pekiknya.
Bukan Darrel namanya kalau berhenti disitu, ia masih ingin menjahili sahabat perempuannya, “Waktunya bangun, tuan puteri!”
Vallen memilih untuk menghiraukan ledekan Darrel. “Udah beres?” tanyanya pada Nahar.
“Aman.” kata Nahar, ia mengangkat kotak kertas yang di dalamnya ada kue ulang tahun buatannya sendiri.
Jagat mengeluarkan kunci mobilnya, “Ya udah cabut sekarang, yuk?”
“Sebentar, gue cuci muka dulu.”
Vallen berlari kecil ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, berharap bisa mengusir rasa kantuknya.
“Si Vallen belum tidur dari tadi malem, kasian masih ngantuk.” lirih Kesya.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9, Jagat tanpa ragu langsung meminta Vallen berangkat dengannya saat perempuan yang rambutnya telah diikat itu kembali ke ruang tamu.
“Woy, kok gak diskusi sama gue dulu?” protes Darrel yang merasa dikhianati karena sebelumnya ia yang menumpang di mobil Jagat.
“Ngalah, bahaya kalo nanti Vallen ketiduran di motor.”
Diam-diam Vallen tersenyum mendengar jawaban Jagat, ia merasa sangat diperhatikan saat ini.
“Iya, nanti lo sama gue, Dar.” sahut Nahar.
Reihan menimpali, “Iya bener si Jagat, gue ngeri Vallen jatuh ke jalan kalo ngantuk gitu.”
Setelahnya mereka berenam pergi meninggalkan kos an Nahar dan pergi menuju rumah keluarga Nahar yang biasa ditempuh dalam waktu satu jam kalau tidak macet.
Nahar menitipkan kue untuk Nabil di mobil Jagat agar tidak kepanasan.
Di dalam mobil, Vallen sudah mengambil ancang-ancang untuk tidur.
“Gapapa nih, gue tinggal tidur?”
Jagat terkekeh, “Kan gue ngajak lo bareng biar bisa tidur, Len.”
Vallen mengangguk kemudian membetulkan posisinya agar bisa nyaman tidur di dalam mobil.
Sebelum menginjak pedal gas, Jagat mengambil sesuatu dari dasboard mobil. Penutup mata berwarna merah ia berikan pada Vallen.
“Pake, biar ga silau.”
Vallen mendelik, menatap penuh curiga ke arah laki-laki yang bahkan tidak menatapnya itu. “Punya siapa, nih?”
“Punya umum.” jawab Jagat singkat.
Sudah gadis itu duga, pasti ada perempuan lain yang pernah menumpang di mobil Jagat. Kalau sampai disediakan penutup mata segala sepertinya Jagat sudah melakukan perjalanan jauh dengan orang tersebut, entah siapa. Itu dugaannya.
“Gak mau pake ah, takut maskara gue rusak.” Vallen mengeles, padahal ia hanya tidak ingin memakai barang yang sama dengan perempuan lain.
Jagat tidak memaksa. Ia membiarkan Vallen menaruh kembali penutup mata tersebut ke dashboard mobil.
Setelah itu Jagat lantas melajukan kendaraannya, menyusul dua motor yang sudah lebih dulu berangkat.
Sedangkan Vallen, ia memejamkan matanya berharap dapat tertidur tenang walaupun sedang dalam perjalanan.
Jagat melirik, menyadari sesuatu yang membuat ia geleng-geleng.
Vallen tidak mengaplikasikan maskara ke bulu matanya.
“Korek mana korek?”
“Emang lo gak bawa?”
“Gue lupa beli korek.”
Semua orang mengeluh saat Nahar dengan santainya mengatakan kalau ia lupa. Lalu Nahar menatap Jagat, diikuti oleh empat lainnya.
“Apaan?” celetuk Jagat yang tiba-tiba merasa sedang diinterogasi.
Darrel mengulurkan tangannya ke depan wajah Jagat, “Korek, bray. Lo pasti bawa.”
Benar saja, Jagat yang memang selalu membawa korek kemanapun akhirnya memberikan benda itu pada Nahar.
Di antara keempat laki-laki ini, hanya Jagat dan Reihan saja yang merokok. Sebenarnya Darrel juga sempat merokok, namun setelah terkena kanker paru-paru 2 tahun lalu ia memutuskan untuk berhenti menyentuh lintingan tembakau tersebut. Beda lagi dengan Nahar, laki-laki itu tidak pernah dan tidak ingin merokok.
Nahar langsung menyalakan lilin berbentuk angka 9 itu setelah menerima korek dari Jagat.
Setelah itu mereka berjalan tanpa mengeluarkan suara memasuki halaman rumah Nahar. Kejutan ini sudah direncakan dengan ayah dan ibu Nahar. Jadi hanya Nabil yang tidak tau kedatangan kakak kesayangannya itu.
“HAPPY BIRTHDAY NABIL... HAPPY BIRTHDAY NABIL... HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY... HAPPY BIRTHDAY NABIL...”
Sorak keenamnya saat membuka pintu utama dan langsung disambut oleh si pemilik hari bahagia ini.
“KAKAKKKKK!” jerit Nabil, membuat semua orang di sana ikut senang karena respons Nabil yang antusias.
Nahar berlutut, mensejajarkan tubuhnya dengan Nabil agar anak perempuan itu bisa meniup lilin. Setelah meniup lilin, Nabil merengek minta digendong. Akhirnya sang ibunda mengambil alih kue tersebut dan membiarkan putri bungsunya di gendong oleh Nahar.
“Biasa aja kali liatin nya!”
Jagat melirik sinis pada Darrel yang iseng melemparinya dengan kacang.
Jagat, Darrel dan Reihan kini tengah mengobrol di gazebo. Sedangkan Nahar, Vallen, dan Kesya memisahkan diri, ingin bermain dengan Nabil di halaman belakang rumah Nahar yang masih bisa dijangkau oleh tiga orang lainnya di gazebo.
“Kayak lagi mantau siapa aja lo, Gat!”
“Reihan aja yang pacarnya Kesya tetep santuy. Tapi lo yang bukan siapa-siapa panik banget keliatannya.”
Bukan rahasia lagi kalau Jagat sering terlihat perhatian berlebihan pada Vallen. Mereka tau laki-laki yang bergabung dengan kelompok band itu memang menaruh hati pada perempuan yang masih single sejak putus dengan mantannya 2 tahun lalu.
Memang benar Vallen dan Kesya nampak akrab dan enjoy bermain dengan Nabil, namun keberadaan Nahar di sana yang membuat Jagat sedikit was-was.
Pasalnya Nahar juga pernah mengungkapkan perasaannya pada Vallen—walaupun berakhir penolakan.
“Sayaaaang diajak makan sama ibunya Nahar, nih!” teriak Kesya yang tidak lain dan tidak bukan ditujukan pada sang kekasih, Reihan.
“Udah dipanggil, kuy lah isi perut dulu!” ajak Darrel yang kemudian diiyakan oleh Jagat dan Reihan.
“Masih ngantuk gak?” tanya Jagat setelah Vallen memasang seat belt.
“Udah nggak dong, tadi bawah mata gue diolesin balsem.”
“Serius??”
Vallen tergelak karena ekspresi Jagat yang seolah percaya dengan bualannya barusan, “Nggak lah, gila kali gue!”
“Kirain lo nekat gitu, Len.”
Saat ini pukul 16.45 dan mereka sudah harus kembali karena besok masih ada jadwal yang kuliah yang menanti.
Setelah makan siang, main dengan Nabil, juga mengobrol dengan ayah dan ibu Nahar, pikiran Vallen sekarang sudah lumayan ter-refresh setelah 6 hari disibukkan oleh kegiatan kuliah.
Sama seperti saat berangkat, Vallen kembali nebeng di mobil Jagat.
Keduanya sudah cukup sering berada dalam situasi seperti ini, dimana hanya ada Vallen dan Jagat. Karena tidak jarang keduanya pergi hangout yang benar-benar hanya berdua saja.
Tiba-tiba Vallen teringat moment 2 tahun lalu saat Jagat mengatakan kalau ia menyukainya.
“Kalo gue bilang gue suka sama lo, lo percaya gak?”
Kalimat itu sempat menimbulkan jarak antara keduanya karena kecanggungan yang melanda setelah Jagat mengungkapkan perasaannya.
Saat itu Jagat pernah berhenti mencari perhatian Vallen karena merasa dirinya tidak pantas untuk perempuan itu. Namun ternyata hatinya masih menaruh rasa pada Vallen. Ia tidak tahan kalau harus bersikap cuek padanya. Oleh karena itu Jagat kembali ingin memperjuangkan perasaannya yang sempat dan terlalu sering mendapat penolakan.
“Besok lo kelas jam berapa?” tanya Jagat, basa basi.
“Jam 10.”
“Ada barengan berangkatnya?”
“Ada kok.”
Jagat hanya mengangguk dan kembali fokus ke jalan. Dirinya tau Vallen bukan tipe yang banyak bicara kalau sedang dalam perjalanan. Jadi ia tidak ingin menggangu kenyamanan gadis itu dengan cara tidak mengajaknya bicara lagi.
Tiba-tiba ponsel Jagat berdering, menandakan ada panggilan masuk.
“Tolong angkat deh, Len. Hp gue di tas.”
Vallen langsung mengambil benda pipih di dalam tas Jagat dan melihat nama siapa yang muncul di layar kunci.
Farah.
“Loud speaker gak nih?”
“Iya.”
Saat Vallen mengangkat panggilan itu, suara tangisan perempuan di seberang sana langsung menyambut telinganya.
“Jagattt... Lo bisa ke kos an gue gak? Hiks.. Sekarang, Gat...“
Keduanya saling pandang beberapa detik. Ekspresi Jagat saat ini seperti maling yang ketahuan habis mencuri ayam, sedangkan Vallen tengah menahan tawanya.
Jagat langsung menepikan mobilnya untuk bicara sendiri Farah. Jagat bahkan sengaja keluar mobil agar Vallen tidak mendengar pembicaraannya.
Vallen bermonolog, “What a surprise, hahaha!“