Jagat's behavior


Stttt!” Jagat menempelkan jarinya ke bibir Vallen, membuat gadis itu refleks berhenti bicara. “Ngomel-ngomelnya nanti aja, obatin dulu nih luka gue.” katanya, kesal dengan Vallen yang langsung berceramah saat baru masuk mobil.

Vallen mendecak, “Abisnya tingkah lo mancing emosi gue banget, anjing!” pekiknya.

“Kalo si Cakranjing nggak nyari masalah juga gue gak bakal ribut.” lirih Jagat, mencari pembelaan.

Gadis di sampingnya hanya mendelik kemudian meminta kotak P3K dan segera mengobati luka-luka di wajah Jagat.

Darah di sudut bibir laki-laki itu sudah agak mengering, begitu juga dengan luka cakar di pelipisnya.

Vallen menuangkan beberapa tetes obat merah ke kapas untuk ditepuk-tepukan ke area wajah Jagat yang terluka secara perlahan, takut membuat lukanya makin terasa sakit.

Baru menempelkan kapas, Jagat sudah menggerutu di depan wajah Vallen, “Pelan-pelan dong, perih, anjing!”

“Ini udah pelan, cupu banget sih lo!”

“JANGAN GITUUU, VALLEN! SAKIT WOY!” kali ini dibarengi dengan pukulan pelan di tangan Vallen yang tengah mengobati lukanya.

“Bacot banget, anjing! Obatin sendiri aja lah!”

Jagat bergeming kala Vallen menarik tangannya, “Mau gue obatin gak sih?” tanyanya sedikit meninggikan nada suaranya.

Yang ditanya hanya mengangguk sambil memasang ekspresi takut. Sahabatnya itu memang menakutkan kalau sengaja dibuat marah.

“Diem.” Vallen menggulung lengan jaketnya, sedikit memajukan tubuhnya agar lebih mudah meraih wajah Jagat. Tangan kirinya ia letakkan di kepala Jagat agar tidak bergerak ke kanan-kiri, lalu tangan kanannya kembali mengobati luka di sudut bibir dan pelipis laki-laki itu.

Jagat meringis ketika cairan merah itu menyapa lukanya, namun ia tidak berani bersuara lagi. Takut akan disemprot cercaan dari mulut Vallen lagi.

Mata Vallen yang tengah fokus ke luka Jagat membuatnya tidak menyadari tatapan dalam yang laki-laki itu layangkan.

Jarak keduanya begitu dekat, sehingga memudahkan Jagat memandangi paras tegas perempuan di depannya. “Lo nggak pernah cuci muka ya, nyet?”

Kini Vallen telah selesai dengan obat merah dan kapas, langkah selanjutnya yang harus ia lakukan adalah menempelkan plester ke luka cakar di pelipis Jagat.

“Kenapa? Komuk gue udah kumel?”

Jagat menggeleng, “Cantiknya gak pernah luntur dari dulu.”

Mendengar itu Vallen sengaja menempelkan plesternya dengan kasar. “Jelek banget gombalan lo!” cibirnya.

Jagat tau bualan seperti itu tidak mempan untuk meruntuhkan tembok di hatinya. Vallen bukan tipe perempuan yang mudah luluh dengan rayuan murahan seperti yang ia lontarkan barusan.

Ia terkekeh kemudian menepuk-nepuk puncak kepala Vallen dan sedikit mengacak rambutnya yang tidak diikat itu. “Thank you, bestie!

“Ini luka kedua yang lo dapet dari nonjokin cowok yang jahat sama gue.” lirih Vallen sembari memasukan isi kotak P3K itu ke tempatnya semula.

“Nanti bakal ada luka yang ketiga, keempat dan seterusnya. Jangan kapok obatin luka gue, oke?”

Vallen tidak menjawab, ia hanya mengangguk-angguk dengan tangan terlipat di depan dada.

“Eh, tapi jangan sampe ada luka lagi sih. Soalnya gue gak bakal biarin siapapun nyakitin lo.” ujar Jagat yang langsung dihadiahi gelak tawa dari lawan bicaranya.

“Hahaha! Bisa-bisa.. Bisa gue tampol, ya, lo sekali lagi gombalin gue!

“Yehh dikasih taunya ngelunjak nih cewek satu!”

Vallen meledek dengan menirukan kalimat itu namun mengubah huruf vokalnya menjadi huruf i.

“Kamprettt!”

“Udah deh, jangan ngomul! Gue numpang merem sebentar ya, 10 menit lagi bangunin.”

Saat ingin memejamkan matanya, Jagat memberikan penutup mata yang masih dibungkus plastik pada Vallen.

“Gue beli, khusus buat lo. Bukan bekas dipake orang lain.”

Vallen menyipitkan matanya curiga, “Ada udang di balik batu gak, nih?”

“Aduh!” Jagat memasangkan penutup mata berbentuk mata koala yang terpejam itu dengan paksa. “Curigaan mulu, cepet tua lo nanti!”

“Ihh, Jagat!”

Walaupun terlibat adu mulut, pada akhirnya Vallen tetap menerima penutup mata tersebut dan ingin segera mengistirahatkan matanya.

Jagat sengaja membeli penutup mata berwarna coklat itu karena sebelumnya Vallen menolak memakai penutup mata yang sama dengan yang biasa dipakai oleh perempuan lain saat tidur di mobilnya.

Melihat Vallen yang sepertinya sudah terlelap, Jagat lantas ikut menyandarkan punggungnya.

Pikirannya kembali mengingat kejadian siang tadi ketika ia menemui Cakra. Dirinya langsung mendaratkan bogem mentah saat melihat laki-laki itu sedang seru bermain basket.

Berani-beraninya cowok brengsek itu memilih perempuan yang ia suka menjadi bahan taruhan.

“Jangan cari cowok lain, Len. Gue disini.” gumamnya yang ia pikir tidak akan didengar Vallen.

Tanpa sepengetahuannya, Vallen menghela napas panjang kala kalimat tersebut terdengar olehnya.