He sincerely apologizes


“Gak usah cantik-cantik, kak. Kamu ini cuma mau ketemu Julian.”

Aku yang sedang menyisir rambutku terkekeh mendengar sindiran papa. Kedengarannya beliau masih menyimpan rasa kesal pada Julian.

Setelah kemarin Julian mengajakku untuk bertemu, siang tadi ia mengirimkan alamat lokasi yang akan menjadi tempat pertemuan kami, dan malam ini aku bersama papa akan menuju ke tempat itu.

“Gak apa-apa dong dandan cantik, siapa tau nanti ketemu jodoh di jalan.” candaku menanggapi sindiran papa tadi.

Papa hanya menggeleng sambil menyenderkan tubuhnya di tembok kamarku, “Papa tunggu di bawah ya kak, panasin mobil dulu.”

Aku hanya mengangkat jempolku sebagai respon karena sedang memoleskan lip tint.

Entah ini keputusan yang benar atau tidak. Bertemu dengan Julian sebenarnya adalah hal yang sangat aku hindari. Namun membaca pesan yang ia kirimkan kemarin sepertinya Julian tulus ingin meminta maaf secara baik-baik.

Aku otw kesanasend

Aku lantas menemui papa di bawah setelah mengirim pesan itu pada Julian.


Rasanya seperti dejavu, aku memasuki restoran yang cukup ramai itu dengan jantung yang berdegup tidak beraturan.

Sama seperti beberapa bulan lalu, saat itu aku berjalan beriringan dengan Julian. Namun malam ini di sampingku ada papa yang telah memasang wajah serius sejak turun dari mobil.

Sepertinya papa sedang membangun image sangar.

Sebuah tangan melambai dari meja yang letaknya di ujung, Julian bersama kedua orangtuanya tengah menunggu kami.

Aku pun langsung menggandeng tangan papa untuk menghampiri ketiga orang itu.

Papaku menjabat tangan om Jerry begitu kami sampai di meja yang telah tersaji 5 gelas minuman di atasnya.

Tante Tiara yang duduk di samping suaminya juga melemparkan senyum canggung pada papa.

Sedangkan laki-laki yang tadi melambaikan tangannya hanya menunduk dan terus-terusan menghindari tatapan mata denganku.

Sudah kuduga, dia pasti gugup.

Aku dan papa sengaja tidak membuka suara karena ingin mendengar pernyataan dari keluarga Julian lebih dulu.

“Julian,” om Jerry mengkode Julian untuk segera bicara. Laki-laki yang wajahnya terlihat lebih tirus dari terakhir kali aku melihatnya itu langsung menegakkan punggungnya.

Mata kami bertemu, namun Julian langsung mengalihkan pandangannya pada papa yang sudah menautkan jari-jarinya di atas meja.

“Maksud Julian mengundang Om Arya dan Najla malam ini, Julian mau minta maaf secara tulus atas kesalahan Julian. Julian tau betul kalau yang Julian lakuin itu gak bisa ditolerir lagi, tapi Julian mau mohon maaf dari Om Arya dan juga Najla. Kejadian kemarin bener-bener bikin Julian sadar kalau seharusnya Julian nggak ngelakuin hal itu, seharusnya—”

“Ngelakuin hal apa?”

Aku menoleh ke arah kananku ketika papa sengaja menyela pembicaraan Julian. Lalu aku melirik Julian, ia menghela nafasnya sebelum melanjutkan bicaranya.

“Selingkuh, om.”

Papa menganggukkan kepala lalu membuka suaranya tanpa menunggu Julian menyelesaikan kalimat sebelumnya, “Buat maafin kamu, kita berdua sudah memaafkan. Tapi kalau kamu mau membatalkan perceraian, saya akan sangat menentang itu karena saya gak mau anak saya jatuh ke tangan laki-laki tidak bertanggungjawab seperti kamu.”

Aku terkejut mendengar respon papa, aku bahkan sampai melotot saking tidak percaya dengan apa yang barusan ku dengar. Papa begitu berani menyuarakan isi hatinya di depan orang tua Julian.

Tidak terlihat niat ingin membela putranya, pasangan suami istri di sebelah Julian justru mengangguk setuju dengan apa yang papa bicarakan.

“Julian ngerti, om. Julian juga gak bakal batalin perceraian kita. Niat Julian pure mau minta maaf sama Om Arya dan Najla, gak lebih.”

“Oke, kalau gitu udah selesai kan urusannya?”

“Kalau boleh Julian mau bicara empat mata dulu sama Najla, boleh?”

“Gak boleh, kita udah mau pulang.” jawab papa to the point.

Terpancar raut kecewa di wajahnya, namun Julian tidak memaksa. Ia mempersilahkan aku dan papa untuk pulang.

Kami pun lantas berpamitan dengan Om Jerry dan Tante Tiara yang sejak tadi hanya diam menyimak permintaan maaf Julian.

Dengan pertemuan malam ini, aku telah mengikhlaskan sakit hatiku kemarin. Permintaan maaf dari Julian sungguh terdengar tulus. Rasanya jahat kalau aku masih menyimpan dendam padanya.