After divorce
Najla menghembuskan napasnya lega setelah kakinya melangkah keluar dari gedung pengadilan. Hatinya begitu tenang karena persidangannya berjalan lancar setelah melewati beberapa tahap sidang sebelumnya.
Ia bangga pada diri sendiri karena telah menyelesaikan masalahnya dengan Julian. Ia bangga karena berhasil lepas dari laki-laki itu.
“Makasih ya, Naj. Gue harap setelah ini lo bisa menemukan kebahagiaan yang baru,” kalimat Julian menggantung di udara sebelum ia melanjutkan, “Sama orang baru juga.” ucapnya sambil menatap Kenny yang berdiri di sebelah Najla.
Kenny hanya mengangguk pelan, padahal senyumnya sudah ingin mengembang mendengar Julian yang secara tidak langsung tengah mendukungnya bersama Najla.
Julian memang tidak tau kalau hubungan Kenny dan Najla sekarang hanya rekayasa semata.
“Iya, Julian, kamu juga ya.” ucap Najla dibarengi senyum yang tulus.
Setelahnya Julian pamit menyusul orangtuanya yang lebih dulu pergi dari sana.
Menyadari ada yang kurang, Kenny celingukan lalu bertanya, “Papa kemana, Naj?”
“Papa buru-buru balik ke kantor, tadi beres sidang langsung ngibrit keluar.”
“Oh, ya udah lo pulang sama gue ya, mau kan?”
Najla mengangguk, “Iya ayo, tapi aku mau makan dulu boleh gak? Tadi pagi gak sempet sarapan.” ucap gadis itu dengan wajah melas.
Melihat ekspresi memohon itu Kenny tertawa gemas, “Ya udah, ayo!” serunya lalu refleks menarik tangan Najla.
Gerakan tiba-tiba itu jelas membuat Najla terkejut, pasalnya mereka memang tidak pernah bergandengan sebelumnya.
“Eh, sorry, refleks.”
“Nggak papa.”
Akhirnya mereka berjalan masing-masing, sedikit canggung namun keduanya berusaha tidak memperlihatkan kecanggungan tersebut.
Kenny merutuki dirinya sendiri karena telah lancang dan merasa Najla tidak nyaman dengan tindakan spontan nya tadi, sedangkan Najla sedang mengatur jantungnya agar kembali berdetak normal lagi.
Mobil Kenny berhenti tepat di depan gerobak pedagang kaki lima dengan tulisan “ketoprak” di kaca etalasenya.
Trotoar saat ini dikunjungi oleh orang-orang yang mencari santap siang. Tidak terlalu ramai namun tidak sepi juga.
“Kok berhenti?” tanya Najla keheranan.
“Kita makan disini aja, ketopraknya enak.”
Kemudian Kenny keluar mobil lalu tidak lupa ia membukakan pintu untuk Najla tanpa diminta.
Perempuan yang rambutnya digerai itupun turun dari mobil, menatap Kenny seolah bertanya, “Yakin?“
“Lo harus cobain ketoprak disini!”
Kenny lantas menghampiri gerobak ketoprak itu, sedangkan Najla mengekor di belakangnya. Ia sedikit terkejut melihat Kenny menyalami tangan penjual ketoprak tersebut.
“Ini Pak Dadang, Naj, kenalin.”
Najla tersenyum kikuk pada laki-laki yang dikenalkan Kenny sebagai Pak Dadang tersebut.
“Tumben bawa cewek!”
Mendengar ledekan itu Kenny menyenggol bahu Pak Dadang, “Sekali-sekali lah. Pesen dua makan disini ya, pak.”
“Ya udah atuh sok duduk dulu.”
Setelah dipersilahkan keduanya pun mengambil duduk di kursi panjang yang posisinya membelakangi jalanan.
“Kamu sering kesini?” tanya Najla, basa basi.
“Iya, ketoprak langganan gue dari SMA.”
“Wow.. Lama juga ya.”
“Kalo lo biasanya beli ketoprak dimana?”
Najla menggeleng, “Gak pernah beli ketoprak.”
Mulut Kenny membulat, “Gak heran sih, cantik-cantik masa makan ketoprak. Iya gak?”
Kalimat barusan terdengar seperti ledekan di telinga Najla, posisi mereka yang duduk bersebelahan memudahkannya untuk memukul pelan bahu Kenny.
“Gak gitu, loh!”
Kenny hanya tertawa melihat Najla yang merajuk, di matanya itu terlihat sangat lucu sampai ingin mencubit pipinya yang chubby. Namun kenyataan bahwa mereka tidak memiliki hubungan spesial membuat ia mengurungkan niatnya.
Beberapa saat kemudian Pak Dadang mendatangi meja mereka dengan dua porsi ketoprak di tangannya, “Silahkan dinikmati, ya, anak muda.”
“Nuhun, pak!”
Lapak Pak Dadang siang itu terpantau sepi, lebih banyak yang membeli untuk dibawa pulang ketimbang makan di tempat.
Kenny mengambilkan sendok untuk Najla, namun sebelum itu ia menyemprotkan hand sanitizer terlebih dulu sebelum memberikannya pada Najla.
“Thank you!“
Suapan pertama Najla, Kenny menanyakan apakah rasanya sudah pas dengan seleranya atau belum lalu dibalas anggukan olehnya.
Setelah memastikan Najla bisa memakan ketopraknya, Kenny juga ikut menikmati makanan yang disirami bumbu kacang tersebut.
“Enak, kan?”
Yang ditanya hanya berdehem karena mulutnya penuh, membuat Kenny lagi-lagi gemas dibuatnya.
Kenny menyadari kalau Najla sedikit terganggu dengan rambut panjangnya yang tidak diikat, membuat helaian halus itu berkali-kali hampir mengenai piringnya.
“Naj, sebentar,” Kenny menjeda sesi makan Najla, ia menghampiri Pak Dadang sebentar dan kembali dengan satu karet gelang di tangannya, “Rambut lo kuncir aja, ya?” izinnya.
Sebenarnya Najla membawa scrunchie di tas nya, namun ia tetap memperbolehkan Kenny mengikat rambutnya menggunakan karet gelang berwarna kuning tersebut.
“Kalo terlalu terlalu kenceng bilang ya.”
Najla dengan senyum sumringahnya mengangguk. Namun karena ia membelakangi Kenny, laki-laki itu tidak melihat betapa senangnya ekspresi Najla.
“Makasih.”
Kenny tidak mampu merespon karena setelah dilihat lagi ternyata Najla jadi terlihat lebih manis saat tidak ada rambut yang menghalangi rupa cantiknya.
“He'em.”
Keduanya melanjutkan kegiatan makan mereka sampai piring masing-masing bersih.
Ada kesenangan tersendiri melihat Najla menghabiskan makanan yang ia rekomendasikan itu. Awalnya Kenny kira Najla bahkan tidak akan menghabiskan setengahnya.
Kenny kemudian mengeluarkan uang Rp 50.000,00 untuk diberikan ke Pak Dadang. Namun Najla menahan tangannya, “Sebentar,”
Najla mengambil pulpen dan kertas dari tas nya, ia memang selalu membawa 2 benda itu kemanapun.
“Ketopraknya enak, makasih yaa pak! Semangat jualannya!” tulisnya di kertas tersebut lalu dilipat kecil.
Melihat itu Kenny jadi teringat surat-surat yang sering Najla berikan padanya saat meet and greet dulu. Kelihatannya memang hanya kalimat biasa, namun efek dari setiap kata yang gadis itu tulis sangatlah besar sampai bisa membuat seseorang yang membacanya memiliki semangat untuk melanjutkan hidup.
“Kenny? Kok bengong, sih. Ini sekalian kasih ke bapaknya.”
Kenny lantas sadar dari lamunannya dan langsung membayarkan makanan mereka menggunakan uang yang dilipat bersama kertas dari Najla.
Setelah pamit dan berjanji akan datang lagi, mereka pun pulang dengan perut kenyang.