Togetherness that warms the night


“Grup band kamu, gimana?”

Pergerakan Jagat yang sedang berkirim pesan dengan teman-temannya di Jakarta terhenti saat ayahnya melontarkan pertanyaan tersebut. “Tumben Papa nanyain itu,” tanyanya sembari berjalan mendekati sang ayah.

Pria yang terbaring lemas di ranjang pasien itu memang sangat jarang menanyakan hal pribadi tentangnya. Bahkan, tentang perkuliahan pun tidak pernah ditanyakan. Oleh sebab itu Jagat sedikit keheranan mana kala pertanyaan itu terlontar dari bibir ayahnya.

“Orang nanya tuh jangan dijawab pake pertanyaan lagi, jelek,” ujar Jajang sambil terkekeh.

“Habisnya aneh aja, tiba-tiba Papa pengen tau tentang band aku.”

Kalimat sindiran yang Jagat ucapkan membuat Jajang mendelik lantaran putra sulungnya itu telah berhasil menyentil hatinya. Dirinya tentu sadar bahwa selama ini perhatian yang ia curahkan sangat jauh dari kata cukup.

Sejak Jagat kecil, ia telah tinggal di Jakarta dengan kakeknya. Namun, setelah sang kakek meninggal dunia saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas, dirinya justru tinggal sendirian di apartemen tanpa ditemani siapapun baik mama ataupun papa.

Jagat membantu ayahnya yang terlihat kesulitan kala ingin menegakan duduknya. “Masa seorang ayah mau tau kabar anaknya sendiri dibilang aneh, sih?” tanya Jajang dengan nada bercanda.

Walaupun tau ayahnya kini sedang dilanda rasa ingin tau yang tinggi, Jagat tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia justru memutarkan sebuah video. Video dari beberapa bulan yang lalu, video yang direkam oleh Vallen.

Ditunjukannya video tersebut pada sang ayah. Ia membiarkan ayahnya menonton sampai habis.

“Bagus juga, suaramu.” Tersipu dengan pujian dari ayahnya, Jagat tidak bisa menyembunyikan senyum dan wajahnya yang bersemu merah.

“Aku mau debut single, Pa. Pake lagu ini.” Akhirnya Jagat memberanikan dirinya untuk mengatakan rencananya pada sang ayah. “Gimana menurut Papa?” tanyanya sedikit ragu.

Bukannya langsung menjawab, Jajang malah menarik tubuh berotot putranya untuk ia peluk. “Sejak kapan anak kecil yang dulu suka ngompol jadi sebesar ini?”

“Pa..” Jagat berusaha melepaskan dirinya, namun setelah dipikir-pikir, sudah lama ia tidak merasakan hangatnya pelukan papa. Ia pun membiarkan sang ayah memeluknya lebih erat lagi.

Pasangan ayah dan anak itu saling berbagi kehangatan melalui sebuah pelukan yang telah lama tidak dilakukan. Kerinduan yang membuncah membuat keduanya tidak berniat untuk melepaskan pelukannya.

“Eh, ada yang lagi peluk-pelukan, nih!”

Suara perempuan yang baru memasuki ruangan tempat Jajang dirawat menginterupsi keduanya.

Membuat Jagat melepaskan pelukan ayahnya. “Papa kangen sama mas, tuh,” katanya sambil mengambil alih nampan berisi bubur yang dibawa mamanya. Dua orang dewasa itu hanya geleng-geleng melihat tingkah putra sulungnya.

Jam di dinding telah menunjukan pukul 7 malam, sudah 3 jam sejak Jagat menginjakkan kakinya di salah satu rumah sakit yang berada di Surabaya.

Sang ayah yang divonis penyakit diabetes mengharuskannya untuk terbang ke tanah kelahirannya dan menetap di sana untuk beberapa waktu.

Sembari menyantap makan malamnya, Jajang mulai membuka percakapan, “Anak kita emang dulunya suka nyanyi, ya, Ma?”

“Nggak tau, seingat mama cuma bisa nangis sama minta jajan.”

Jagat mendelik mendengar ledekan dari orangtuanya, ia lantas membuka aplikasi YouTube dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian.

Selanjutnya kita kedatangan adik ganteng dari Surabaya, Jagat Adigdaya!

Mendengar suara dari ponsel Jagat, Jajang dan istrinya lantas berhenti melanjutkan aktivitas mereka.

Suara petikan gitar dan nyanyian seorang anak lelaki pun memenuhi ruangan, dengan bangga Jagat memutar video audisinya di salah satu acara televisi 10 tahun lalu.

“Itu kamu?”

Jagat menjawab pertanyaan mamanya dengan lantang, “Iya, lah, siapa lagi?”

“Kok mama papa nggak pernah tau kamu ikutan audisi?”

“Yang nemenin Mas audisi, kan, kakek. Bukan mama sama papa. Terus karena kakek sakit, mas jadi mundur dari audisi. Padahal, kalau dilanjut mas bisa aja jadi juaranya, lho!”

Penuturan Jagat membuat sang mama terharu sampai hampir menangis, menyadari bahwa ada moment penting anaknya yang ia lewatkan.

Melihat hal itu Jagat lantas melangkah mendekat ke ranjang pasien, ia merangkul mamanya kemudian berkata, “Tapi tenang aja karena Mas nanti mau keluarin single. Do'ain biar lancar ya, Ma, Pa.”

Mama langsung memeluk Jagat lantaran tidak tau lagi kalimat apa yang harus ia ucapkan saking bangganya.

Dalam hatinya Jagat berteriak kegirangan karena telah berhasil memberitahu orangtuanya perihal persiapannya untuk debut sebagai penyanyi. Respon mereka ternyata tidak seburuk yang ia kira, justru diluar ekspektasi.

Pikirannya kembali pada moment beberapa bulan lalu, saat pertama kali lagunya diperdengarkan kepada seseorang yang spesial, Vallen. Entah akan seperti apa reaksi perempuan itu saat lagunya nanti bisa ia dengar kapanpun dan di manapun.