raya


Kesya kembali ke kamar tidur Raya setelah mengambil minum, entah kenapa ia tiba-tiba ingin tidur di kamar bernuansa biru ini.

Dulu, beberapa bulan yang lalu dirinya sering tidur disini saat hujan, saat mimpi buruk, saat ingin bercerita banyak, bahkan tanpa harus ada alasan pun Kesya tidak segan untuk mendatangi kamar Raya dan mereka akan terjaga semalaman.

Raya Anjani, remaja berparas jelita itu seharusnya ada disini mendengarkan keluhan Kesya, keluhan yang sudah dipendam lama olehnya. Namun kenyataan bahwa Raya sudah lama meninggalkan dunia yang kejam ini menyadarkan Kesya kalau dirinya memang sedang sendirian.

Raya akan dengan lembut mengatakan “Kamu gak salah kok,” atau “Kalau mereka nakalin kamu lagi, bilang sama aku,” atau “Mami kamu lagi sibuk, sama aku aja yuk jalan-jalannya?”

Bahkan sekarang Kesya samar-samar dapat mendengar suara Raya yang menenangkan itu.

Ia merebahkan dirinya di atas ranjang, menyapa sprei bunga-bunga yang terasa dingin karena lama tidak ditempati pemiliknya.

Matanya menilik satu persatu benda yang ada disana, lemari kayu berisi pakaian yang didominasi rok dan blouse, rak tempat koleksi novelnya dipajang, meja belajar dengan stationary yang lengkap, dan etalase skincare yang mungkin beberapa diantaranya sudah melewati tanggal kadaluarsa, “Raya, harusnya kamu ada disini,” batinnya.

Kesya berjalan ke meja belajar Raya yang rapih, berbeda dengan miliknya yang selalu berantakan, “Raya, aku izin lihat-lihat ya,”

Satu buku dengan sampul warna biru langit menarik perhatiannya, Kesya tau itu adalah diary Raya karena mereka membeli buku yang sama. Bedanya, milik Kesya berwarna pink.

“Raya, aku boleh ya baca diary kamu?”

Kalau Raya ada disini mungkin ia akan meneriaki Kesya dan mengambil paksa buku itu. Pasalnya, diary itu selalu menjadi tempat curhat Raya yang belum pernah dibaca siapapun termasuk Kesya.

Halaman pertama berisi ungkapan bahagia setelah membeli buku ini, tanpa sadar Kesya menarik ujung bibirnya.

Halaman per halaman Kesya baca tanpa terlewat sampai di lembar pertengahan dirinya mengetahui kalau saudara angkatnya itu pernah jatuh cinta. Mengingat kepribadian Raya yang pendiam dan cukup pemalu tentu saja Kesya agak kaget.

Kesya bangkit dari duduknya dan berjalan ke kasur, ingin membaca sambil tiduran.

Kesya juga menyingkap gorden dan menyalakan AC karena sepertinya tidur siang disini akan menenangkan.

Aku seneng banget hari ini Nahar ngajak aku ke panti lagi, kebetulan setelah diadopsi papi nya Kesya aku jadi jarang berkunjung kesana

Lho.. Nahar?

Nggak itu aja! Ternyata Nahar juga ngenalin temen-temen sekolahnya. Ada Reihan si bawel banget tapi dia sedikit ganteng sih, terus ada Jagat (dia baru rokok, aku gak suka), ada Darrel yang paling seru diajak ngobrol, dan terakhir ada Vallen, syukurnya Nahar mau ngajak Vallen. Jadi aku gak cewek sendiri

Membaca paragraf itu membuat Kesya refleks mengubah posisi tidurannya menjadi duduk bersila. Ia baru mengetahui Raya ternyata mengenal teman-temannya juga. Ah, mantan teman mungkin lebih tepatnya.

Jelas dirinya tidak terlalu terkejut mengingat keluarga Nahar adalah salah satu donatur di panti asuhan itu, sama seperti keluarganya. Jadi fakta bahwa Raya mengenal Nahar bukan hal yang mustahil juga sebenarnya.

Diary Raya semakin seru untuk dibaca setelah ia berteman dengan Vallen. Ternyata mereka banyak menghabiskan waktu bersama, “Raya, kamu kenapa gak ngajak aku main bareng kalian?”


Tuhan, tolongin Raya

Alis Kesya bertaut keheranan, “Raya, kamu kenapa?”

Raya harus gimana, Tuhan? Ka Evan suruh Raya gugurin kandungan Raya

“Gugurin kandungan? Ka Evan??”

Tapi Raya gak mau, Raya gak sanggup bunuh bayi nggak bersalah ini

Raya harus apa?

Kesya menjauhkan Diary itu sejenak. Tadi apa yang ia baca? Raya hamil oleh pria bernama Evan?

Apakah Evan yang disebut Raya sama dengan Evan yang ia kenal?

“Raya, kenapa kamu gak bilang?”

Walau berat Kesya kembali membuka halaman diary Raya, hari-hari gadis itu menjadi lebih sulit dan membingungkan.

Raya ingin memberitahu keluarga barunya, namun ia terlalu takut untuk itu. Raya juga ingin memberitahu Kesya dan teman-temannya, namun ia terlalu malu untuk mengakui bahwa dirinya telah berbuat dosa.

Kesya menangis dan marah bersamaan saat membaca tulisan Raya yang setiap katanya ditulis berantakan.

Ka Evan berubah

Kesya mendongak agar air matanya tidak turun, ia menggigit bibirnya geram.

Ka Evan nggak kayak dulu lagi. Aku benci harus nahan sakit perutku sendirian. Ka Evan, kenapa kamu jahat? Kenapa kamu nggak ada waktu aku butuh bantuan kamu. Ka, ini kesalahan kita berdua. Kenapa cuma aku yang sakit?

Demi apapun Kesya sangat ini mencakar wajah pria bernama Evan ini.

Tunggu, beberapa waktu lalu Kesya menemukan gelang Raya di tempat Evan. Apa benar Evan itu yang tega menyakiti Raya?


Tuhan, Raya se-dosa itu ya? Kenapa harus Vallen?

Vallen??

Kenapa harus Vallen yang jadi alasan Ka Evan berubah? Ternyata, laki-laki yang kamu ceritain itu Ka Evan, ya Len? Laki-laki yang deketin kamu itu punyaku. Ka Evan punyaku, Len

Mata Kesya membulat, jadi Vallen termasuk orang yang juga menyakiti hati Raya?

Dada Kesya makin sesak saat tau kalau malam itu, malam saat Raya kepergok mencuri uang dari ruang kerja papi dan malam terakhir untuk Raya adalah malam dimana Raya berencana kabur karena sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakitnya.

Tuhan, maafin Raya. Raya mau berbuat dosa lagi, Raya mau ambil uang papi untuk pergi ke tempat dimana Raya bisa hidup hanya berdua sama bayi Raya. Raya janji ini dosa terakhir yang akan Raya lakuin

Dan paragraf di atas adalah paragraf terakhir yang Raya tulis.