everyone has two faces


“Lo bahas tugas apa Kes?”

“Ada deh, lo nggak ngerti pasti.”

Mendengar itu Vallen hanya manggut-manggut, ia jalan beriringan di samping Kesya.

Senyum perempuan yang baru 2 bulan berteman dengan Vallen itu tidak luntur sejak tadi, menyapa setiap orang yang bertatapan dengannya.

Salut sekaligus iri, bagaimana bisa Kesya mengenal banyak orang padahal mereka belum lama berkuliah disini.

Sedangkan Vallen terus memasang wajah tidak ramah karena memang tidak kenal dengan orang-orang itu, “Huh.. gak boleh iri Vallen, dia dulunya tukang bully.” batinnya.

Selain karena tidak mudah bersosialisasi, fitur wajahnya yang jutek membuat orang lain menganggap Vallen sebagai individu yang tidak ramah.

Sesampainya di parkiran, Vallen sempat bingung kenapa Kesya pergi ke parkiran motor. Biasanya gadis itu mengemudikan mobil ke kampus.

“Hari ini lo bawa motor?”

Kesya mengangguk, “Mobil gue dipake Kevin, adek gue. Katanya mau ngedate gak mau pake motor.” katanya sembari sibuk mencari kunci motor dari backpack Charles & Keith miliknya.

“Eh bentar,” Vallen melepas denim jacket yang ia kenakan, menyisakan kaus maroon polos di tubuhnya, “Kalo bawa motor tuh jangan pake rok dong Kes,” ucapnya lalu memberikan jaket tersebut pada Kesya.

Yang diberi jaket menatap bingung.

Vallen lanjut mengikat rambutnya tinggi-tinggi, “Buat nutupin paha lo.”

“Tapi nanti lo kepanasan,” melihat respon Vallen yang terkesan acuh karena hanya mengangkat bahunya, Kesya mengeluarkan sesuatu dari tas, “Nih gue bawa sunblock, biar gak gosong tangan lo.”

Kebetulan cuaca hari itu memang sedang panas-panasnya, Vallen menerima sunblock dari Kesya. Ia membalurkan cairan kental tersebut ke tangannya dan Kesya mengikatkan jaket milik Vallen ke pinggangnya.

Dalam sekali lihat hubungan keduanya memang seperti teman dekat yang tidak pernah bertengkar sampai berhari-hari.

Namun nyatanya jalinan pertemanan mereka didasari oleh ​dendam dan kemarahan atas perlakuan tidak manusiawi Kesya di masa lalu.


“Len nanti gue nunggu adem di rumah lo ya?”

“Hah? Mau mampir dulu?”

“Iya, panas banget nih pusing gue.”

“Oh ya udahhh!”

Vallen dan Kesya saut-sautan dengan sedikit berteriak karena kalau bicara seperti biasa sudah pasti suara mereka tidak terdengar.

Setelah sampai di rumah Vallen, keduanya disambut oleh jus jeruk buatan bibi. Mereka duduk di teras sambil bermain dengan Elen, anjing coklat milik Vallen dan pacarnya.

“Dia siapa Len namanya? Gue lupa lagi.”

“Elen.”

“Oh iya Elen, kenapa kok dikasih nama Elen?”

Vallen terkekeh lalu mencari satu foto di ponselnya, “Ini kan anjing yang gue pelihara bareng cowok gue, Elen tuh singkat Evan Vallen.” katanya sambil menunjukkan foto Elen saat masih kecil.

“Pacar lo lucu banget mau pelihara hewan berdua.”

“Gue yang paksa sih, hahaha!”

Kurang lebih 20 menit Kesya meneduh di rumah Vallen. Saat hendak pulang tiba-tiba saja sebuah mobil sport hitam membunyikan klaksonnya, meminta dibukakan gerbang.

Evan turun dari mobil, bercermin di spion mobilnya sebentar lalu menghampiri Vallen dan seorang gadis yang hanya ia tau namanya itu, “Sorry gak anter kamu pulang.” sesalnya dengan memberikan 3 buah es krim vanilla.

“Duduk dulu, ada temenku,”

“Buat lo satu Kes.” Vallen memberikan 1 es krimnya untuk Kesya, 1 untuknya, dan 1 lagi mau ia simpan di kulkas.

Meninggalkan Kesya dan Evan yang duduk awkward di teras.

Laki-laki yang mengenakan kemeja flanel tersebut hanya mampir sebentar untuk minta maaf dan memastikan gadisnya tidak marah, setelahnya ia akan langsung pulang karena masing-masing dari mereka punya kesibukan sendiri.

“Gue pulang dulu ya Len, udah gak sepanas tadi nih.” Kesya menyerahkan jaket denim yang dipinjamkan Vallen.

“Eh besok aja balikinnya.”

“Nggak ah gue takut lupa, gapapa kok gue udah biasa pake rok juga.”

“Jangan dong,” Evan ikut bersuara, “Gak baik nanti diliatin cowok-cowok nakal. Pake kemeja gue aja ya.” ia melepas kemejanya.

Vallen agak terkejut dengan perkataan Evan barusan, tapi ia setuju juga dengan ucapannya, “Iya tuh dari pada nanti kenapa-napa.” katanya.

Kesya pun mengiyakan lalu pamit pulang dengan kemeja kotak-kotak navy melingkar di pinggang menutupi paha putihnya.

Tak lama dari itu Evan juga berpamitan, diakhiri dengan pelukan agak lama untuk saling minta maaf.

“Besok kamu ada rapat gak? Kalo rapat lagi aku berangkat sendiri aja.”

“Nggak rapat tapi ada urusan lain. Gapapa ya kamu berangkat sendiri?”

Vallen mengangguk-anggukan kepalanya yang masih didekap erat oleh Evan. Semanja itulah Vallen kalau sedang berdua dengan kekasihnya.