Bertemu Kenny


Najla membawa tubuhnya yang tidak terlalu kurus itu ke dalam bangunan yang menjadi tempat pertemuannya dengan seseorang.

Seseorang itu adalah Kenny Alvaro, idola bagi mayoritas kaum remaja yang namanya telah naik daun sejak awal meniti karir di bidang musik.

Lagu Here We Go Again yang dipopulerkan oleh Arditho Pramono menyambut kedatangannya, ia pun lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang tidak terlalu ramai tersebut. Mencari keberadaan Kenny di dalam sana namun eksistensinya tak kunjung tertangkap oleh netranya.

Salah Najla karena tidak menanyakan di meja mana Kenny menunggunya. Baru saja ingin mengirim pesan pada Kenny, satu notifikasi dari orang yang dicari muncul di layar benda pipih yang ia genggam sejak tadi.

Minta waiters buat anterin ke meja no 23, Naj.

Setelah membaca pesan singkat itu Najla langsung menghampiri salah satu pelayan kafe di sana untuk mengantarnya ke meja yang disebut Kenny. Ia diajak ke sudut kafe—dekat jendela yang menghadap langsung ke jalan raya.

Dapat ia lihat laki-laki bertopi yang tengah asik memerhatikan jalanan dengan tangan kiri menopang dagunya, laki-laki itu adalah Kenny Alvaro.

Tidak pernah sekalipun terlintas dalam benak Najla akan bertemu dengannya di tempat ini dan hanya berdua tanpa penggemarnya yang lain.

Begitupun dengan Kenny, ia tidak pernah membayangkan akan berada di satu meja yang sama dengan salah satu penggemar favoritnya.

Ini bukan pertemuan pertama mereka, melainkan yang kesekian kalinya mereka bertemu secara langsung dengan karena Najla yang tidak pernah absen dari konser Kenny dan rutin ikut meramaikan acara meet and greet yang diselenggarakan oleh manajemen yang menaungi idolanya tersebut.

Kenny menyadari kehadiran Najla setelah ia dan kakinya yang sudah lemas itu berdiri di depannya, “Najla? Hai!”

Laki-laki itu menyapanya lebih dulu. Ia bahkan menyodorkan tangannya yang dipenuhi gelang, berniat menjabat tangan Najla.

Dengan persentase keberanian yang sangat kecil Najla perlahan mengangkat tangan gemetarnya—saking tidak percaya dengan siapa ia akan bersalaman.

Kenny terkekeh, tidak tahan dengan tingkah Najla yang terlihat menggemaskan di matanya.

Lalu yang dapat Najla rasakan sedetik kemudian adalah tangannya yang ditarik oleh Kenny karena tak kunjung menyambut miliknya, “Gugup banget? Sampe keringetan gini?”

Dalam hati Najla merutuki diri sendiri karena tidak bisa mengontrol kecemasannya. Dirinya hendak menarik kembali tangan yang berkeringat itu, namun segera ditahan oleh laki-laki yang kini sedang menyeka cairan asin dari telapak tangannya menggunakan tissue.

“Eh, gak usah, Kenny.” kata Najla.

Alih-alih menuruti ucapannya, Kenny malah kembali terkekeh kali ini dengan suara yang lebih nyaring, “Santai, kayak ketemu presiden aja lo!” Kenny memang dikenal sebagai penyanyi yang humble pada penggemarnya. Jadi jangan heran kalau keduanya akan bicara santai selayaknya teman sebaya. “Duduk dulu, Naj. Mau minum apa?”

Setelah nyaman dengan posisi duduknya, Najla menilik daftar menu yang sejak tadi ada di meja, ia memilih varian yang sering dibeli saat sedang enggan mencoba rasa baru, “Matcha latte aja deh.”

“Oke, tunggu ya.” titah Kenny kemudian berdiri dari duduknya.

“Kamu yang *order”?” Kenny mengiyakan pertanyaannya lalu melangkahkan kaki panjangnya menghampiri pelayan di belakang meja kasir kafe ini.

Najla kira ia akan mengangkat tangannya tinggi- tinggi lalu meminta salah satu diantara pelayan di sana untuk mengurus pesanan kami.

Beberapa menit kemudian Kenny kembali, berjalan ke arah Najla seraya melepas jaket denim yang ia kenakan. Saat sudah sampai di meja, ia menyampirkan jaket itu di pahanya yang agak terekspos karena memakai rok pendek.

“Gapapa?” Najla sungguh bertanya mengingat siapa Kenny Alvaro itu. Ku ingatkan lagi, Kenny Alvaro adalah musisi muda yang karyanya telah sukses sejak debut. Seorang selebriti yang mampu menggelar konser dan dihadiri oleh ribuan penggemarnya.

Bukankah akan terlihat aneh kalau ia memberikan jaketnya pada Najla yang secara harfiah tidak memiliki hubungan khusus dengannya?

Seakan menangkap ekspresi cemas yang terpancar dari wajah gadis itu, “I'm a gentleman, Najla,” lirih Kenny dibarengi sebelah ujung bibirnya yang naik sebelah, “Kaki lo diliatin orang-orang.” sambungnya.

Najla melirik ke meja di sebelahnya yang berisi 4 laki-laki, benar saja, mereka panik dan langsung mengalihkan pandangannya seperti maling yang tertangkap basah, “Thanks, Kenny!”

Laki-laki yang hari ini mengenakan kaus hitam itu mengangguk pelan sebelum mengeluarkan sebuah pouch berwarna biru dari backpack yang sering ia bawa kemana-mana, “Your ticket.

Kenny meletakan pouch itu di dekat tangan Najla, sebagai fans yang menggemarinya sejak awal tentu ia merasa waktu yang disisihkan untuk mengaguminya selama 5 tahun ini sangatlah tidak sia-sia.

Najla menggenggam pemberiannya dengan senang hati, “Makasih banyak ya! Tapi sebenernya aku gak butuh tiket gratis karena aku bisa beli sendiri. Yang aku butuhin sekarang tuh izin dari suami aku. Gimana ya biar dibolehin ke konser kamu?”

Saat Kenny ingin menjawab, seorang pelayang wanita datang membawakan pesanan mereka. Ia meletakkan gelas minuman yang dibawanya dengan hati-hati ke meja.

Namun bukannya langsung beranjak, wanita yang memakai name tag bertuliskan nama Tiara itu malah ingin foto bersama Kenny. Kenny tidak menolak, ia justru meminta tolong pada Najla untuk memotret mereka berdua.

Setelah mengambil beberapa pose Kenny kembali duduk, “Gimana tadi pertanyaan lo?” tanyanya pada Najla karena ia benar-benar lupa pertanyaan yang dilontarkan Najla beberapa menit lalu.

Yang ditanya hanya menggeleng, sepertinya akan tidak etis kalau ia menceritakan masalah pribadinya pada Kenny.

Lalu untuk beberapa menit kedepan keduanya mengobrol, membicarakan hal random baik tentang Najla maupun tentang Kenny.

Najla bahkan memberitahu Kenny kalau ia telah mendukungnya selama 5 tahun sejak awal debutnya dan itu membuat Kenny mengucap terimakasih dengan sangat tulus.

Laki-laki bertopi hitam itu tampak lebih atraktif kalau dilihat dengan jarak sedekat ini. Obrolan mereka berlangsung selama kurang lebih 30 menit.

Kenny menawarkan tumpangan pada Najla sebab ia melihat langit yang sudah hampir gelap.

“Aku bawa motor, makasih tawarannya.” kata Najla menolak dengan halus.

Sedikit kecewa, namun Kenny berusaha mengontrol ekspresinya, “Ya udah.. Btw itu jaketnya dibawa aja, balikin minggu depan ke backstage.”

Najla sempat berpikir apa maksud ucapan Kenny dan ingin memperjelas maksudnya, namun Kenny sudah lebih dulu keluar meninggalkannya yang masih belum berkutik dari kursi.

Dibukanya pouch dari Kenny, ada satu tiket dan satu kertas yang tertulis nomor telepon, “Ini gak mungkin nomor pribadi Kenny kan? Ah.. Aku harus hubungin nomor ini dulu!” batin Najla kemudian ia beranjak pulang sebelum hujan turun.