Bertemu Julian


Julian melirik jam di tangan kirinya untuk kesekian kali, terhitung sudah 25 menit ia menunggu Najla yang masih belum keluar dari kamarnya.

“Woy! Lo gak pingsan di dalem kan?”

Laki-laki jangkung itu menggedor pintu ruangan yang tergantung tulisan “KAMAR NAJLA” di sana.

“Sebentar, scrunchie aku ilang.” sahut Najla dari dalam.

Julian mendecak, “Gak usah dikuncir, udah jam 7 ini!”

Baru selangkah Julian hendak kembali ke ruang tamu, pintu kamar tiba-tiba dibuka menampakan seorang gadis dengan midi dress putih dan rambutnya yang digerai tengah cemberut padanya.

“Ya udah, ayo!”

Najla berjalan mendahului Julian tanpa niat ingin jalan berdampingan.

Arya, papanya Najla sengaja meminta Julian untuk menjemput putrinya. Najla yang tidak tau menahu soal itu akhirnya terus memasang ekspresi tidak suka pada Julian sejak mereka bertemu untuk pertama kalinya 25 menit lalu.

Mendapat perlakuan yang kurang mengenakan dari Najla membuat Julian menghela napas kasar.

Kalau tidak diiming-imingi jabatan oleh papanya mungkin Julian sudah meninggalkan Najla detik itu juga.

Najla yang sampai lebih dulu ke mobil Julian langsung masuk tanpa disuruh atau menunggu dibukakan pintunya. Lagi-lagi membuat Julian menggeleng pasrah.

“Umur lo berapa sih?”

“Kenapa tanya?”

“Songong banget!”

Najla tidak ingin terlibat percakapan dengan laki-laki yang tengah mengemudi itu hanya mendelik tidak suka tanpa merespon ucapan Julian.

Baik Najla maupun Julian telah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tidak ada yang memulai obrolan selama perjalanan.

Setelah sampai di tempat tujuan, keduanya masuk menemui orang tua mereka yang telah reservasi meja sebelumnya.

“Halo, om!”

Julian menyapa Arya dengan senyum lebar yang membuat matanya menyipit. Seketika Najla melirik heran padanya, “Bisa senyum juga nih orang?” batinnya karena sejak awal wajah Julian tidak menunjukkan ekspresi apapun.

“Udah sampe nih, calon mantu!”

Mendengar panggilan itu Najla hanya senyum tipis, terlihat sekali kalau ia terpaksa.

Najla lantas mengambil duduk di sebelah Arya, berhadapan dengan Julian yang diapit papa mama nya.

Menurut Najla, wanita di sisi kiri Julian nampak terlalu muda saat disandingkan dengan suaminya. Justru awalnya ia mengira itu adalah kakak perempuannya kalau beliau tidak mengenalkan dirinya sebagai mama Julian.

Ia lantas menyantap hidangan yang telah tersaji setelah Tiara–mama Julian mempersilahkannya.

Sesi makan bersama malam itu berlangsung lancar, untungnya Najla tidak jadi menjalankan rencananya yang ingin pura-pura kesurupan.

Setidak ingin itu Najla dijodohkan.

“Kalian umurnya cuma beda 2 tahun, lho! Cocok.” celetuk Arya membuat Najla berdehem mengkodenya agar tidak bicara yang tidak-tidak.

Berbeda dengan tanggapan Najla, laki-laki yang berpakaian formal di depannya justru terkekeh, “Om Arya bisa aja!”

Pria ini topengnya tebal sekali, pikir Najla.

“Berarti Najla manggilnya kakak dong.”

Najla tersedak makanannya sendiri saat Tiara berpendapat seperti itu, “Emm iya, tante, hehe.” ucapnya terpaksa seraya melirik Julian, ia dapat melihat calon suaminya itu menarik sudut bibirnya, tersenyum meledek.

Tidak tau apa yang dipikirkan laki-laki itu, yang jelas ekspresi Julian barusan berhasil membuatnya kesal.

Acara pertemuan dua keluarga itu dilanjutkan dengan dua pria paruh baya yang terus-terusan membicarakan tentang proyek, investor, kerja sama, dan pembahasan mengenai bisnis yang sungguh tidak menarik bagi Najla.

Entah perasaannya saja atau memang Julian sedang tidak dalam hubungan yang baik dengan ibunya, mereka tidak saling bicara sedikitpun sejak tadi. Malah terkesan tidak saling mempedulikan.

“Julian mau ngobrol sama Najla berdua, boleh gak om?” izinnya pada Arya.

Dalam hati Najla berharap papanya tidak mengizinkan, namun jawaban yang tak diharapkan justru keluar dari mulut Arya.

“Boleh boleh, sekalian anter pulang aja, ya, Jul?”

Najla berusaha mencari cara agar Julian tidak mengantarnya, “Papa masih lama pulangnya?”

“Masih, mau ngobrol dulu sama om Jerry.”

Akhirnya dengan pasrah Najla berpamitan pada 3 orang tua yang sepertinya telah berencana agar ia bisa berduaan dengan Julian.

“Kamu mau ngomongin apa sih, Jul?”

“Kak Jul, gak denger tadi om Arya bilang apa?” Julian meralat pertanyaan Najla dengan menekankan kata 'kak'.

Malas ribut, Najla pun setuju untuk memanggil Julian dengan sebutan kakak. Karena ia pun diajarkan untuk selalu hormat pada siapapun yang lebih tua darinya.

“Ya, mau ngomong apa tadi?”

Julian tidak menjawab sebelum benar-benar keluar dari area parkir, “Liat kan tadi papa lo sehappy apa? Awas aja nanti kalo lo kabur pas hari h!” ancamnya.

Najla termenung beberapa detik. Julian benar, papanya memang sesenang itu selama makan malam tadi. Mungkinkah ini keputusan yang tepat untuk menerima perjodohannya?

“Lagian harusnya lo tuh bangga.”

“Bangga kenapa?”

“Belum pernah pacaran kan lo? Sekalinya kenal cowok, kenalnya sama gue.”

Najla mencibir, “Jangan kepedean, di atas kamu masih ada Kenny Alvaro!” sarkasnya.

Mendengar itu, Julian yang tadi membanggakan dirinya langsung terdiam. Tidak membalas ledekan perempuan di sebelahnya.

Najla meraih benda pipih dari tas nya, hendak melihat jam.

21.46

“Aku tidur ya, kak? Nanti bangunin kalo udah di rumah.”

Tanpa menunggu respon Julian, gadis berambut lurus itu lantas mengistirahatkan matanya. Berharap Kenny Alvaro datang ke mimpinya.

Diam-diam Julian melirik, wajahnya nampak kusut dan dingin. Tidak seperti beberapa saat lalu ketika berkumpul dengan keluarganya, “Fans Kenny ternyata.