A long night


Terang bulan dibiarkan masuk melalui jendela besar yang gordennya sengaja dibuka, menjadi saksi keheningan sepasang kekasih yang malam ini tiba-tiba menjadi saling canggung.

Setelah perdebatan mereka beberapa hari lalu, Jagat dan Vallen belum berinteraksi lagi sampai Vallen tiba-tiba mencari tempat untuk ia tumpangi sementara.

Ditemani dua kaleng minuman bersoda dan buah-buahan yang dibeli Vallen, keduanya hanya saling diam, duduk di lantai kamar dengan pandangan tertuju ke arah televisi yang sebenarnya tidak benar-benar ditonton.

Satu jam yang lalu saat Jagat menjemput Vallen di supermarket, keduanya tidak banyak bicara lantaran masih diselimuti rasa gengsi yang tinggi sampai tidak ada yang mau memulai percakapan.

Sama seperti sekarang, Jagat kembali ke unit apartemennya setelah membatalkan rencananya untuk bermalam di kos Fajar. Namun baik Jagat ataupun Vallen masih enggan bersuara.

Yang dikatakan Nahar memang benar, mereka berdua sama-sama keras kepala.

Jagat yang belum pernah dihadapkan dengan situasi seperti ini bingung harus bagaimana. Begitu juga dengan Vallen, mantan pacarnya dulu selalu mengalah dan menjadi orang yang memperbaiki masalah mereka setiap kali bertengkar.

Kalau tidak sedang dalam hubungan percintaan mungkin keduanya sudah saling tertawa dan meledek sekarang. Biasanya Jagat akan menyogok Vallen dengan makanan setelah membuat gadis itu murka karena ucapan atau tingkah lakunya.

Namun kali ini situasinya telah berbeda. Hubungan yang terjalin antara keduanya bukan lagi tentang pertemanan melainkan lebih dari itu—yang mana telah merubah cara pandang pasangan ini.

Seperti yang menjadi alasan pertengkaran mereka saat ini. Jagat menganggap Vallen harus lebih terbuka padanya karena mereka kini bukan hanya sekadar teman. Sedangkan Vallen merasa bahwa tidak semua yang terjadi padanya harus diketahui orang lain termasuk Jagat, kekasihnya sendiri.

Hal itu yang membuat keduanya menjadi canggung dan kikuk karena tidak saling mengerti perasaan masing-masing.

Jagat tiba-tiba mengambil jeruk di atas meja, membuka kulitnya lalu memberikan buah berwarna oren tersebut pada gadis di sebelahnya. “Udah dibeli, jangan diliatin doang.”

Thanks,” lirih Vallen menerima buah yang telah terpisah dari kulitnya itu.

Vallen lantas memasukan buah yang agak asam itu ke mulutnya satu persatu, matanya menatap lurus ke televisi, namun ekor matanya menangkap tatapan Jagat yang sedang memandanginya dari samping.

“Kenapa, Jagat?” Vallen menatap balik kekasihnya karena merasa tidak nyaman ditatap seperti itu.

Alih-alih langsung menjawab, Jagat justru meraih tangan dingin Vallen untuk kemudian ia berikan kecup di punggung tangannya.

“Maaf.”

Faktanya, satu kata itu mampu meluluhkan hati siapapun yang mendengar, bukan?

Vallen mengulum senyum lalu mengangguk perlahan. “Maafin aku juga,” ucapnya kemudian berinisiatif menghambur ke pelukan Jagat.

Awalnya Jagat tidak memberi respon apapun, namun setelah merasa Vallen mengeratkan pelukannya, tangan laki-laki itu terulur untuk membalas pelukan hangatnya.

Diciumnya kening gadisnya lama, ditepuk-tepuk dan dielus pula punggung perempuan yang tanpa Jagat tau sedang menahan tangisnya itu

Vallen pantas diberi apresiasi atas keberhasilan dirinya melewati hari yang cukup berat ini.

Gadis itu seperti ingin mencurahkan semua isi hatinya, ingin menceritakan semua keluhannya. Namun lagi-lagi status keduanya saat ini membuat ia berpikir dua kali. Vallen tidak ingin membagi masalahnya, terlebih pada Jagat yang ia tebak pasti sedang diselimuti banyak masalah juga.

Namun tanpa disangka tiba-tiba Vallen terisak, membuat Jagat refleks menjauhkan tubuhnya dan melepas dekapannya.

Dilihatnya Vallen yang tengah menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya. Pundaknya bergerak naik turun karena bergetar saking histeris tangisannya.

Jelas Jagat panik melihat Vallen yang menangis seperti ini. Terakhir kali ia melihat tangisan histerisnya adalah dua tahun lalu, saat ia mengakhiri hubungan dengan Evan, mantan kekasihnya.

Jagat tidak mendesak Vallen untuk bicara, ia menarik tubuh lemah gadis itu untuk diberi dekapan hangat. Membuat Vallen menumpahkan air matanya di sana, membasahi kaus yang laki-laki itu kenakan.

It's okay, jangan ditahan lagi. Nangis aja, keluarin semuanya. Nggak ada yang lihat. Nangis sampe kamu lega, gapapa.” Sembari mengusap punggung ringkih gadisnya, Jagat mencoba memberikan kenyamanan untuknya.

Vallen tidak hanya menangisi pertengkaran mereka, melainkan semuanya. Semua hal memuakkan yang telah ia tahan selama ini. Vallen bukan tipe yang mudah menangis. Dalam setahun bisa dihitung jari jumlahnya berapa kali dirinya meluapkan emosi melalui tangisan.

Kesulitannya di perkuliahan sampai masalah keluarga bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Vallen seringkali memendam perasaannya karena tidak ingin membebani orang lain dengan keluh kesahnya.

Oleh karena itu, kali ini Jagat membiarkan gadis itu menangis sepuasnya.

Vallen menangis sampai rasanya air matanya telah terkuras habis. Sampai mata indahnya menolak untuk mengeluarkan air mata lagi.

Sampai suara tangisnya mereda dan tidak ada pergerakan darinya. Jagat menebak gadis itu tertidur saking lelahnya menangis. Ia lantas mengangkat tubuh Vallen untuk dibaringkan di tempat tidur kemudian diselimuti dengan hati-hati.

Jagat mengecup kening sang kekasih sekali lagi sebelum melangkahkan kaki jenjangnya ke luar kamar. Tidak lupa ia juga mematikan televisi dan lampu.

Malam ini terasa lebih panjang bagi keduanya. Jagat harap esok hari matahari bersinar terang kala gadisnya terbangun dari tidurnya untuk setidaknya memberikan pagi yang indah bagi perempuan hebat itu.